Tampilkan postingan dengan label Curhat. Tampilkan semua postingan

Me and the Bus


.

Bus. Transportasi massal beroda empat, dikendalikan ama sopir, dan satu kernet yang suka narikin ongkos. Meskipun keberadaannya rada berkurang akibat membludaknya kendaraan bermotor.

Seperti biasa, setiap pagi menanti bus berwarna merah itu menghampiriku. Menuju tempat peraduan ilmuku. Duduk di salah satu bangku menikmati suasana di balik layar kaca bus. Memandang bola mentari yang masih merah bulat sempurna tanpa menyinarkan sinar kesombongannya. Memandang beberapa ibu yang turun di pasar untuk berdagang. Melihat pengamen yang berangkat ke tempatnya.

Akh, itulah yang biasa ku lihat saat berangkat sekolah. Keadaan sepi, so dengan puas mata ini memandang berkeliling. Ritual yang pasti kulakukan saat aku berangkat pagi, pegang buku. Terserah buku itu ntar dibaca ato gag yang penting ngeluarin buku. Karena kalo gag di bus, buku yang biasa kugendong itu gag kebaca. Di rumah sekalipun. Makanya berangkat pagi, menyenangkan bagi ku.

Selain bisa nyaman dapet tempat duduk, waktu di dalam bus juga gag kebuang sia-sia. Gag harus desak-desakan ama penumpang lainnya. Gag usah bingung cari pegangan kalo berdiri. Pak kernetnya juga hafal ama aku, jadi gag bakal turunnya ”kebablabasan”.

Meskipun kalo berangkat pagi, harus berolahraga jalan kaki. Gara-gara si Putera Mulya gag mau lewat depan sekolahku. Tapi gag papalah itung-itung olahraga.

Kalo pulangku, berbalik 180 derajat dari keadaanku berangkat. Pengorbanan yang dilakuin jadi lebih banyak. Meskipun aku memiliki badan yang tak terlalu besar, tasku mengambil tempat yang rada banyak. Gara-gara tasku yang super duper guede plus berat. Belom lagi kalo harus di”tetel” empet-empetan sama penumpang lain. Diperparah sama keadaan luar yang panasnya naudzubillah. Beuh gitulah. Belum lagi campuran keringat yang jadi satu. Hmfmfmfm ......

Derita naik bus dan menyandang embel-embel SMA N SAKRA adalah ”Aku minoritas”. Apalagi hari Rabu ama Kamis yang berseragam batik hijau. Semakin minor-lah diriku.

Itulah diriku yang kini harus bersahabat karib dengan bus.


Karro’s diary,

Oktober, 8 2010.

See The World Behind The Lens


.

I have to wear glasses. Aku harus pake kacamata. Itulah yang ku teriakkan saat mendengar hasil test. Beberapa minggu yang lalu aku pergi ke sebuah optic buat memeriksakan apa gerangan yang terjadi di mataku.

Yach. Memang selama beberapa minggu di SMA ini, penglihatanku agak berkurang. Ngeliat whiteboard yang jaraknya deket aja rada kabur. Jadinya gag pernah berani buat duduk di bangku paling belakang. Padahal bangku favoritku di SMP deret paling belakang. Kale ini, ke-favorit-an itu harus kuenyahkan. Selain mataku yang bermasalah. Teman sebangku-ku ternyata juga punya minus. Huft.....

Sebenarnya apa seh minus itu?

Aku kebetulan pernah dapet tugas buat nyari info about penyakit indera. Dan inilah yang kudapat dari http://didats.net/page/miopi-dan-kacamata-minus/

Miopi

Miopi biasanya terjadi pada anak-anak remaja usia 8 sampai 14 tahun (Hem!! Koq aku dah lima belas tahun, ya?), faktor yang menyebabkannya adalah keturunan, membaca sambil tiduran, menonton tv dari jarak dekat, dan tentu saja, berada di depan komputer terus-menerus (diriku sekali).

Dari gambar di bawah ini, dapat dijelaskan pada pandangan normal, fokus berada tepat di retina. Penderita miopi mengalami fokus di depan retina yang mengakibatkan pandangan jauh menjadi buram (kabur). Dan gambar terakhir, dengan bantuan lensa cekung (kacamata) fokus kembali tepat di retina mata.

Kacamata

Menggunakan kacamata adalah solusi termurah. Jika pemilihan bingkai cocok dengan bentuk muka, maka bukan tidak mungkin penderita miopi bisa terlihat semakin ganteng dan berpendidikan. Ehm! Dengan biaya kurang dari 300 ribu, semua bisa ditanggung beres.

Lensa kontak

Mungkin banyak wanita yang lebih memilih menggunakan lensa kontak. Walaupun agak repot mengurusnya, tapi ada hal penting yang menjadi alasan untuk beralih ke lensa kontak. Salah satunya adalah warna mata. Warna-warna pelangi seperti merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu bisa mewarnai mata. Bahkan mungkin kita bisa mengambil contoh heksa desimal dari kode warna yang diinginkan.

Lasik

Cara baru ini termasuk mahal. Untuk 2 buah mata, kita membutuhkan biaya yang cukup besar, sampai dengan 15 juta rupiah. Jadi, yang ini sekip aja.

Aku yang masih beradaptasi dengan benda asing ini, hanya saat-saat tertentu saja ku memakai. Paling kalo di kelas, belajar, atau di depan komputer saja. Habisnya masih risih. Ada ada sesuatu yang berat bertengger di hidungku. Sebenarnya, menurut anjuran dokternya harus dipake setiap saat. Emang sih minusku ¼ kanan-kiri, tapi karena aku udah silinder makanya ada anjuran itu.

Ke-enggak-asyik-an pake kacamata. Sudut pandangku berkurang. Yang dulunya bisa lirik kanan-kiri tanap noleh sepuasnya, kini terhalang oleh bingkai kacamata ini. Huft..... Tapi gag apalah. Jadi sedikit mengurangi zinah mata kanan-kiri. Hoho

Tanggepan orang-orang di kelas seh biasa. Paling cuma ”eh, wis nggo kocomoto, ya?” (udah pake kacamata, ya?) gitu. Dan kubalas dengan senyuman hangatku. Huahaha. Kalo liat pantulan diriku di cermin, ngerasa lebih keren (narsis???!!!). jadi sekarang lagi hobi banget ngaca pake kacamata.

Nah itulah sepenggal kisahku yang baru jadi anggota KPK (Komunitas Pemakai Kacamata). Semoga bermanfaat.

At evening,

05.09.10

Au Revoir, Satas-SorPipo


.

Huft. . .

Dah mau masuk ke sekolah baru nie. Abis bentar lagi jatah waktu tiga minggu buat liburan dah abis. Masa-masa bangun siang segera berakhir. Bermalas-malas ria segera harus ditinggalkan. Masa membuka buku kembali hadir. Masa mengerjakan PR kembali hadir. Masa dengerin ceramah guru hampir menyapa.

Dan yang membuat kembali berbeda dari masa-masa itu adalah,,, Aku bukan lagi anak SorPipo-ers. Aku bukan lagi pemakai seragam putih biru yang akan segera berganti dengan puith abu-abu. Masa berangkat agak siang akan segera terhapus dengan keberangkatan pagi. Masa berjalan kaki dari rumahKu tercinta ke sekolah akan berganti dengan kesetiaan penantian dalam menunggu bus PM tersayang. Buku yang Ku buka bukan buku bertuliskan ’SMP’ namun ’SMA’. Masa mengerjakan PR bukan dengan anak-anak Satas-SorPipo melainkan dengan anak-anak Smansakra. Bukan lagi sebagai anak reguler melainkan menerima embel-embel ”cah aksel”.

Ternyata banyak sekali yang akan berubah Senin depan. Seragam baru. Sekolah baru. Kelas baru. Teman baru. Dan tak ketinggalan guru baru dengan suasana yang berbeda. Tekun harus menjadi sikapnya dan disiplin adalah hobinya.

Selamat tinggal kelas IX F Ku tercinta. Pojok kelas yang sering dijadiin tempat tongkrongan. Lantai kelas yang Kita pel hanya sekali setahun. Sapu kelas yang gag pernah utuh. Tong sampah depan yang gag pernah kosong, gara-gara Kita males buang. Dan lain lain yang gag bakal muat kalo dituang di sini.

Selamat tinggal anak-anak IX F yang aneh, lucu, tapi gag ngebosenin. Sekar kalo ngambek nyeremin (maaph, Kar). Surya yang anime-lovers. Putri yang kocak. Sekar, Surya, Iddha, Putri n Aku yang suka ngobrolin dorama korea. Citra yang suka bagiin makanan. Fatim yang setia ngecengin Dimas. Widi yang suka gabung sama gang rumpian cewek. Trezna yang ngerasa mirip dirinya ’Irwansyah’. Sholikin yang ganjen. Celetukan Ikhsan, Didit n laen-laen. Never forget you, Guyz.

Selamat tinggal Guru-Guru Spensatas tercinta. Selamat tinggal wali Kita tercinta Mama Say dengan rumus-rumusnya. Pak Mul dengan kamus Inggris berjalannya. Bu Kusmiyatun dengan setumpuk hafalan Biologi-nya. Pak Joko dengan segudang rumus Fisika-nya. Kusmini dengan ke-tidakkonsistenan-nya dengan Bahasa Indonesia-nya. Bunda Sarmini dengan ayat-ayatnya. Bu Parmi dengan pelajaran komputernya. Pak Maryoto dengan pelajaran Sejarah-nya yang terkadang membosankan. Bu Maryati dengan guyonann-nya dalam Ekonomi. Bu Warni dengan peta Geografi-nya. Bu Warsiti dengan materi Kenakalan Remaja sekarang. Pak Edi selalu bikin ngantuk kalo pelajaran. Pak Priaji yang (kebanyakan anak menyebutnya) membosankan saat menerangkan.

Bakal kangen dengan suasana sekolah ini. Walau dapat julukan yang gag banget dech ’SORPIPO’. Pak Satpam yang suka marah-marah kalo berhenti di jalan. Koperasi buat ngecengin Bu Dwi oleh kebanyakan anak cowok. Pak Harto dengan kantinnya yang sempit tapi teuteup saja suka jajan di situ. Jam pelajaran yang sering molor atau terlalu cepat. Perpustakaan yang koleksi bukunya jarang nambah. Kamar mandi yang (gag) pernah bisa bersih. Mushola tempat Kita bertatap muka dengan Allah. Tangga depan kantor TU yang licin kalo abis hujan. De eL eL.

Walo bagemanapun Aku akan kenang setiap sudut Spensatas yang kadang menjadi tempat menyebalkan. Pasti Aku akan jarang maen ke siti walopun rumah Ku gag nyampe 1 km dari sekolah. Huft. I’ll never forget it. My friends. My teachers. My class ( VII F, VIII F, IX F). I’ll remember that. SMP NEGERI 1 TAIKMADU (Spensatas-Sorpipo) . . . . . . .